Biaya Bea Balik Nama Diajukan Dinolkan: “Masa Lebih Mahal dari Kendaraannya?”

TAKARANEWS – Usulan telah diajukan untuk menghapus Bea Balik Nama (BBN II) kendaraan bekas. Banyak orang yang enggan melakukan balik nama karena biayanya lebih mahal daripada harga kendaraan bekas itu sendiri.

Biasanya, pembelian kendaraan bekas diikuti dengan proses Bea Balik Nama (BBN II) agar memudahkan saat perpanjangan STNK. Dalam perpanjangan STNK, identitas asli pemilik kendaraan diperlukan.

Jika tidak melakukan balik nama, pemilik kendaraan baru harus meminjam identitas pemilik kendaraan sebelumnya. Meskipun bukan masalah besar, namun banyak pemilik kendaraan lama yang enggan meminjamkan identitasnya. Akibatnya, ini menghambat pemilik kendaraan baru dalam memperpanjang STNK. Selain itu, biaya balik nama kendaraan bekas juga lebih mahal daripada harga kendaraan bekas itu sendiri.

Misalnya, di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat, tarif BBN2 sebesar 1%. Tarif ini kemudian dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah mempertimbangkan pendapat dari Menteri Keuangan.

Sebagai contoh, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 40 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2021 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Tahun 2021 telah menetapkan DPP untuk kendaraan yang beredar di Indonesia.

Jika kita ambil contoh salah satu motor dengan DP PKB Rp 15.400.000, maka tarif BBN2-nya adalah 1% dari nilai tersebut atau sekitar Rp 154.000. Itu baru tarif BBN-nya saja, biaya tersebut kemudian ditambahkan dengan pajak kendaraan bermotor, Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas, administrasi STNK, penerbitan STNK, penerbitan TNKB, penerbitan BPKB, serta biaya pendaftaran. Secara kasar, biaya BBN mencapai sekitar Rp 1,143 juta. Sementara itu, pajak kendaraan umumnya untuk motor bekas dengan model yang sama tidak melebihi Rp 1 jutaan. Namun, karena harus melakukan balik nama, biayanya bisa melebihi biaya pajak itu sendiri.

Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri, Irjen Pol Firman Shantyabudi, telah beberapa kali mengusulkan penghapusan BBN. Menurut Firman, adanya BBN kendaraan bekas justru membuat sebagian masyarakat enggan membayar kewajiban mereka.

“Alasan mereka adalah mereka ingin melakukan balik nama, tetapi biayanya lebih mahal daripada kendaraan itu sendiri sehingga data ranmor kita tidak dapat. Padahal, tugas kami adalah mengidentifikasi kendaraan dan pengemudinya,” ungkap Firman dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR.

Dengan menghapus tarif BBN II, menurut Firman, proses balik nama akan menjadi lebih mudah. Pada kesempatan sebelumnya, Firman menyatakan bahwa dalam waktu dekat, masyarakat yang pindah tempat hanya perlu melaporkan perubahan nama tanpa dikenai biaya sama sekali.

“Kami dihubungi oleh senior kami yang saat ini menjabat sebagai Gubernur Kaltara. Di sana, nomor plat mobil adalah Kaltara, tetapi kami tidak mendapatkan pajak kendaraan bermotor. Semua pajak dibayarkan di tempat masing-masing tetapi digunakan di provinsi itu,” kata Firman.

“Oleh karena itu, yang kami usulkan adalah BBN nol, jadi siapa pun yang mengoperasikan kendaraannya di daerah tersebut dapat melakukan balik nama dan membayar pajak di sana, sehingga daerah memiliki pendapatan untuk pembangunan daerah dan juga membantu polisi. Salah satu contohnya adalah pimpinan pemerintah daerah yang membantu memasang ETLE di wilayah masing-masing,” tambahnya.

Sumber: detik.com

Bagikan