Membangun Kesadaran di Hari Alzheimer Sedunia: Memahami Penyakit dan Dampaknya
Ilustrasi(Freepik)

DI tengah lonjakan populasi lanjut usia, penyakit Alzheimer muncul sebagai salah satu tantangan kesehatan paling mendesak. Sejak pertama kali diidentifikasi oleh Alois Alzheimer, lebih dari seratus tahun lalu, penyakit ini terus mengubah kehidupan jutaan orang. 

Dari kebingungan hingga hilangnya ingatan, perjalanan penderita Alzheimer menggambarkan perjuangan yang kompleks. Mari kita kenali gejala, sejarah, dan dampak mendalam dari penyakit yang semakin menjadi perhatian global ini.

Apa itu Alzheimer?

Penyakit Alzheimer adalah penyakit degeneratif progresif pada otak yang umumnya menyerang orang tua serta dikaitkan dengan perkembangan plak-plak beta amiloid pada otak. Nama penyakit ini diambil dari nama ilmuwan Jerman, Alois Alzheimer.

Baca juga : Di Bulan Alzheimer Sedunia, ADI dan Alzi Serukan Peningkatkan Kesadaran dan Pengurangan Stigma

Penderita penyakit ini menunjukkan gejala kebingungan, disorientasi, kegagalan memori, gangguan bicara, dan demensia. Penyebab pasti dari penyakit ini belum diketahui. 

Penyakit Alzheimer bukanlah penyakit menular, melainkan merupakan sejenis sindrom dengan apoptosis sel-sel otak pada saat yang hampir bersamaan, sehingga otak tampak mengerut dan mengecil.

Risiko untuk mengidap Alzheimer meningkat seiring dengan pertambahan usia. Saat menginjak usia 65 tahun, seseorang mempunyai risiko 5% mengidap penyakit ini dan akan meningkat dua kali lipat setiap lima tahunnya. 

Baca juga : Mengenal Penyakit Demensia, Ini yang Perlu Anda Ketahui

Sekalipun penyakit ini dikaitkan dengan orang tua, tetapi sejarah membuktikan bahwa penyakit ini pertama kali dikenali pada seorang perempuan berusia awal 50-an.

Penyakit Alzheimer paling sering ditemukan pada orang tua berusia sekitar 65 tahun ke atas. 

Di negara maju seperti Amerika Serikat (AS), saat ini, ditemukan lebih dari 4 juta orang usia lanjut penderita penyakit Alzheimer. Angka ini diperkirakan akan meningkat sampai hampir 4 kali pada 2050. Hal ini berkaitan dengan lebih tingginya harapan hidup pada masyarakat di negara maju, sehingga populasi penduduk lanjut usia juga bertambah. Sedangkan di Indonesia diperkirakan terdapat sedikitnya 5 juta penderita Alzheimer pada 2015.

Baca juga : Jangan Abaikan Gejala Demensia

Pada tahap awal perkembangan Alzheimer, penurunan faktor-faktor risiko vaskular dapat menyulitkan diagnosis sindrom ini, tetapi mengurangi kecepatan perkembangan demensia.

Sejarah penyakit Alzheimer

Para filsuf dan dokter Yunani dan Romawi kuno mengaitkan usia tua dengan peningkatan demensia.

Baru pada 1901, seorang psikiater asal Jerman yang bernama Alois Alzheimer mengidentifikasi kasus pertama dari apa yang kemudian dikenal sebagai penyakit Alzheimer, pada seorang perempuan berusia 50 tahun yang disebut Auguste D. 

Baca juga : Hipertensi Tak Terkontrol Tingkatkan Risiko Terkena Alzheimer

Alois terus meneliti perkembangan kasus penyakit perempuan itu sampai dia meninggal pada 1906 ketika Alois pertama kali melaporkan pasien Alzheimer tersebut secara terbuka.

Selama lima tahun berikutnya, sebelas kasus serupa dilaporkan dalam literatur medis, beberapa di antaranya sudah menggunakan istilah penyakit Alzheimer.

Penyakit ini pertama kali dijelaskan sebagai penyakit yang unik oleh Emil Kraepelin setelah ia menghapus beberapa gejala klinis (delusi dan halusinasi) dan patologis (perubahan arteriosklerotik) yang terkandung dalam laporan asli Auguste D. 

Dia memasukkan penyakit Alzheimer, yang ia sebut sendiri sebagai demensia pra-pikun, sebagai subtipe dari demensia pikun dalam edisi kedelapan bukunya yang berjudul Textbook of Psychiatry dan diterbitkan pada 15 Juli 1910.

Untuk sebagian besar abad ke-20, diagnosis penyakit Alzheimer hanya diperuntukkan pada individu yang menginjak usia 45 hingga 65 tahun yang menunjukkan gejala demensia.

Terminologi mengenai Alzheimer kemudian berubah setelah 1977 ketika sebuah konferensi tentang penyakit Alzheimer menyimpulkan bahwa perwujudan klinis dan patologis dari demensia pra-pikun dengan pikun yang sebenarnya hampir identik, meskipun hal ini tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa kedua gangguan tersebut memiliki penyebab yang berbeda.

Hal ini akhirnya menyebabkan penyakit Alzheimer dianggap sebagai penyakit yang bisa menjangkiti manusia terlepas dari usia mereka.

Istilah pikun demensia tipe Alzheimer (SDAT) digunakan untuk menggambarkan kondisi pada mereka yang berusia di atas 65 tahun. Hal ini bertujuan untuk membedakannya dengan penyakit Alzheimer klasik yang digunakan untuk menggambarkan pengidap penyakit ini pada pasien yang lebih muda. 

Akhirnya, istilah penyakit Alzheimer secara resmi diadopsi dalam nomenklatur medis untuk menggambarkan individu dari segala usia dengan pola gejala umum yang khas, perjalanan penyakit, dan neuropatologi.

Institut Nasional Gangguan Neurologis dan Komunikasi dan Stroke (NINCDS) dan Asosiasi Penyakit Alzheimer dan Gangguan Terkait (ADRDA, sekarang dikenal sebagai Asosiasi Alzheimer) kemudian menetapkan Kriteria Alzheimer NINCDS-ADRDA yang menjadi kriteria paling umum digunakan untuk mendiagnosis Alzheimer pada 1984.

Kriteria ini lalu diperbarui secara ekstensif pada 2007. Kriteria ini mensyaratkan adanya gangguan kognitif, dan dugaan sindrom demensia yang mana ini dikonfirmasi dengan pengujian neuropsikologis untuk diagnosis klinis penyakit Alzheimer. 

Konfirmasisi histopatologi termasuk pemeriksaan mikroskopis jaringan otak juga diperlukan untuk diagnosis definitif. Kriteria ini juga mensyaratkan keandalan dan validitas statistik yang ditunjukkan antara kriteria diagnostik dan konfirmasi histopatologis definitif.

Berikut ini gejala-gejala penyakit Alzheimer, meliputi gejala yang ringan sampai berat:

  • Gangguan memori yang memengaruhi keterampilan pekerjaan, seperti; lupa meletakkan kunci mobil, mengambil baki uang, lupa nomor telepon atau kardus obat yang biasa dimakan, lupa mencampurkan gula dalam minuman, garam dalam masakan atau cara-cara mengaduk air,
  • Kesulitan melakukan tugas yang biasa dilakukan, seperti; tidak mampu melakukan perkara dasar seperti mengurus diri sendiri.
  • Kesulitan bicara dan berbahasa
  • Disorientasi waktu, tempat dan orang, seperti; keliru dengan keadaan sekitar rumah, tidak tahu akan membeli barang apa saat ke toko, tidak mengenali rekan-rekan atau anggota keluarga terdekat.
  • Kesulitan mengambil keputusan yang tepat
  • Kesulitan berpikir abstrak, seperti; orang yang sakit juga mendengar suara atau bisikan halus dan melihat bayangan menakutkan.
  • Salah meletakkan barang
  • Perubahan suasana hati dan perilaku, seperti; menjadi agresif, cepat marah dan kehilangan minat untuk berinteraksi atau hobi yang pernah diminatinya.
  • Perubahan kepribadian, seperti; seperti menjerit, terpekik dan mengikut perawat ke mana saja walaupun ke WC.
  • Hilangnya minat dan inisiatif 

Penderita juga kadang kala akan berjalan ke sana sini tanpa sebab dan pola tidur mereka juga berubah. Para pengidap akan lebih banyak tidur pada waktu siang dan terbangun pada waktu malam.

Secara umum, orang sakit yang didiagnosis mengidap penyakit ini meninggal dunia akibat radang paru-paru atau pneumonia. Ini disebabkan, pada waktu itu orang yang sakit tidak dapat melakukan sembarang aktivitas lain. (berbagai sumber/Z-1)



Sumber Link